Ada aroma yang begitu
ku sukai, aroma tanah basah. Basah oleh hujan. Aroma yang mendamaikan dan
menyejukkan. Para peneliti berkata itu
adalah aroma spora yang pecah dan terhembus oleh angin ketika hujan itu turun
mengoyak pertahanan sporangium mereka. Tapi aku lebih percaya bahwa itu aroma
tanah. Tanah yang begitu merindukan pelukan hujan. Bumi yang merindukan
langitnya.
Namun, sesore tadi,
cuaca cukup terik. Membuatku bersungut dan menghela nafas. Ah tapi kucoba untuk
menikmatinya, sekalipun keringat terus-terusan mengalir, berdesakkan keluar
dari pori-pori. Bagaimana aku bisa menjadi kekasihmu jika pada panas mentari
saja aku menyerah?
Hei...
Dan kemudian aku
mencium aroma tanah itu lagi. Lebih pekat dan lebih menyejukkan. Bukan karena
hujan, tapi karena tanah-tanah itu lahir. Kau tahu? Banyak bapak sedang
menyiangi rumput. Ya. Bapak-bapak sedang mencabuti rumput liar di pinggir
jalan. Bisakah kau bayangkan, aroma rumput yang kau patahkan saja sudah begitu
segar, bayangkan jika tubuh rumput itu, beserta akarnya tercerabut dari tanah. Tanah-tanah
itu lahir kembali, mereka nampak. Mereka lahir.
Aromanyaaa....ah...andai
bisa ku kemas aroma itu, pastinya akan ku kemas kan untukkmu dalam botol-botol
kecil. Tapi mungkin tak segar ya jika harus menunggumu kembali. Kapan kau
kembali?
Suatu saat nanti jika
kita punya halaman, jangan kau paving halaman itu ya, biarlah rumput tumbuh,
setiap hari minggu kita siangi, supaya aroma tanah lahir itu bisa selalu kita
hirup.
Pernahkah kau sadari
aroma tanah yang seperti itu? Aroma tanah yang menyenangkan seperti aroma tanah
ketika hujan turun.
No comments:
Post a Comment