Thursday, September 25, 2014

Kamu jadi pulang?



Saya tidak kenal mas yang satu ini, tapi cukup tahu namanya dan pacarnya. Hehehe. Seangkatan, dan dia termasuk mas-mas yang yah cukup melek dari segi tampang. Hari ini ketemu secara tidak sengaja, di sosial media. Entah dia juga cukup tahu saya atau tidak. Tapi yang saya ingat tentang dia adalah ketika di tempat parkir dia sedang bercakap dengan pacarnya.
Mase: kamu jadi pulang?
Pacarnya: iya jadi.
Mase: naik apa?
Pacarnya: Naik bus.
Mase: kuantar saja ya. Boleh?
Pacarnya: nggak usah, nanti kamu capek, jauh lho.
Saya tidak tahu bagaimana kelanjutan percakapan mereka. Saya hanya lewat saja. Berlalu sambil ngikik. Ihiiiir... percakapan yang cukup lucu yang tidak sengaja saya dengar. Hehehe. Lucu lucu romantis gitu lah. Hahahaha.
Dan setelah beberapa tahun sepertinya mereka menikah dan punya anak.
Lelaki yang tulus dan perempuannya yang malu-malu.

Tuesday, September 16, 2014

Gambang Semarang dan Kamandaka



Pembicaraan sambil menunggu kereta datang seringnya bermacam-macam, dan berloncatan topiknya. Sudah pernah menunggu di stasiun? Beberapa tahun ini aku akrab dengan stasiun. Hal yang tidak kusuka adalah mengantar, dan yang paling dinanti adalah menjemput. Aku sendiri belum pernah naik kereta api sungguhan. Yah setidaknya sebelum memiliki kesempatan berkereta, kuakrabi dulu ruang tunggu nya, parkirannya, suara-suara keretanya yang datang dan pergi.

Pembicaraan kami cukup acak-acakan kali ini. Mulai dari mbak-mbak yang gayanya mirip artis, hingga kaca patri di ruang tunggu stasiun.

Di sela obrolan kami, hidungku yang sedang flu terganggu aroma tembakau bakar, kepala ini menoleh seksama ke arah bau. Lalu aku bertanya, di dalam kereta boleh merokok? Dijawabnya “nggak boleh, wong di sini saja seharusnya tidak boleh kok.” Hah..masa iya tapi kenapa bapak ini merokok enak betul di sampingku. Kupandangi lah dia dan rokoknya. Kupandang dia sampai dia merasa tak enak hati kemudian pergi sambil mematikan rokoknya. Hehehe. Aku tentu saja tersenyum penuh kemenangan, lalu bapak itu lewat sambil melirik padaku.

Ruang tunggu tempat kami duduk bukanlah ruang tunggu yang resmi, alias di depan loket customer service. Jadi, percakapan kami adalah tentang apa saja yang lewat di depan kami, sore ini. Seorang lelaki bermata sipit, berperawakan mirip dengannya lewat. Kukatakan padanya, kalau mas putih, mungkin benaran dikira keturunan cina ya. “Jepanglah. Aku ini mirip arek Jepang.” Kuberi tatapan heran padanya, iyelah..iyelah..

“Aku bawa buku banyak, tidak bawa baju. Tas ini isinya buku semua.hahaha. habisnya mau beli rak lagi juga percuma, di kamar sudah tidak ada tempat.”, begitu katanya, ketika kuminta memindah posisi tas.

“Beli rumah, kak....beli rumah.”, jawabku. Langsung dibalas lirikan mata dengan seksama. Aku mesem saja. Hehehe.

Gending Gambang Semarang terdengar, itu pertanda kereta datang. Aku suka mendengarnya. Terbayang ketika akhirnya kereta berhenti dan kita sampai di tujuan, Semaraaaaang. Belagak treveler-treveler gitu. Hihihi. Jadi ingin tahu, di stasiun lain, gendingnya apa ya. :) Menyenangkan adalah ketika gending itu berbunyi dan dia muncul dari pintu keluar dengan senyumnya yang sumringah.

Percakapan kami melompat dari satu hal ke hal lain. Aku menoleh padanya. Kukatakan padanya bahwa tiap dia bangun tidur, wajah habis mandi langsung sirna. Ya, sebelum berangkat ke stasiun, dia mandi, dan terlihat segar dengan rambut kriwilnya yang basah. 
Dia bilang, “yah beginilah, mandi tidak mandi sama saja. Terlihat sudah mandi hanya ketika rambutku basah. Dan sayangnya rambut ini cepat kering, dan cepat mengembang kembali.”

Aku kembalikan pandanganku ke depan, menggumam “kuntringer ki ra ra perlu media ekspresi.... kuntring adalah bentuk eksperesi. kalo bisa menggak-menggok, ngeruwel kanapa harus mainstream lurus.”

“hah..apa?”

Kuulangi kalimatku, sambil menambahkan bahwa itu adalah kalimat milik Mas Nuramri Saja. Lalu dia bercerita tentang temannya itu. Teman yang pandai mengoperasikan corel dan sering memenangkan kontes design. 

Aku menggumam lagi, “design seharga dua ratus juta.”

“hah..apa?”

Dia suka sekali bagian itu, -hah-apa- nya itu. Kuulang kalimatku, “design seharga 200juta, itu logo pt kai itu.”

“ooh...yang bikin Farid Stevy ya..”

“iya...”, sebenarnya aku ingin bertanya, kalau dia dapat uang 200juta, mau dia pakai apa. Tapi tidak kutanyakan. Rasanya aku pun akan malas diberi pertanyaan seperti itu.

Dia teringat pada temanku, yang bekerja di pt kai, apakah temanku itu menjadi masinis. Kujawab tak tahu, karena aku sungguh tak tahu. Aku jadi ingat cerita tentang masinis. Kuceritakan pula padanya. Bahwa masinis tugas dinas/menyopiri kereta 3-5 jam. informasi ini kudapatkan dari teman yang juga bekerja di pt kai. Aku punya tiga teman yang bekerja di pt kai. Tapi aku tidak tahu tugas mereka sebagai apa.

Teman memberi contoh kereta Jakarta-Semarang yang mengalami satu kali pergantian masinis. Sang masinis, mari kita sebut beliau Pak Arman. Pak Arman bertugas menyopiri kereta dari Jakarta dengan tujuan Semarang, ketika sampai di stasiun Cirebon, dia akan digantikan temannya. Mari kita sebut beliau Pak Baskoro. Pak Baskoro inilah yang akan melanjutkan tugas Pak Arman, menyopiri kereta dari stasiun Cirebon sampai tujuannya yaitu Semarang. Lalu bagaimana dengan Pak Arman? Apakah dia akan pulang? Tidak, Pak Arman akan kembali menyopiri kereta itu keesokan harinya, dari stasiun Cirebon menuju Jakarta, menggantikan Pak Baskoro. Teman menyebutkan bahwa mereka bekerja seperti jatah jam kerja pegawai pada umumnya, yaitu 8 jam sehariatau 40 jam seminggu. Nah, masinis menyopiri kereta selama empat jam dan istirahat selama empat jam, jadi totalnya pas 8 jam sehari dan 40 jam seminggu. Asik ya, istirahatnya masinis itu dihitung bekerja. Tapi tanggung jawabnya besar. Dan nyopiri kereta tentu tidak semudah menyopiri sepeda roda tiga, belum kalau tiba-tiba ada truk BBM berhenti di pintu kereta. Ngerem kereta nggak sesimpel ngerem pakai sendal swalow. Di mana para masinis itu beristirahat? Di mess yang disediakan atau menginap di penginapan, ku rasa begitu, aku belum menanyakan tentang itu pada temanku.

“hmm...berarti keretamu tidak mengalami pergantian masinis. Waktu tempuh hanya tiga jam kan?”

“Iya, sekarang jam berapa?”

“Jam setengah empat. Kereta mu berangkat jam berapa?”

“Empat dua lima.”

“Masih lama.”

“Adik itu ngeliatin terus.”

“Hah..mana..”

“Itu tadi..”

“Mana..”

“Itu tadi yang lewat digandeng ibunya. dari sebelah sana sampai sana, liatin aku terus.”

“Mungkin karena rambut kriwilmu.”

“Hahaha.iya.”

Kemudian lewatlah ibu-ibu hamil tua berbaju pink cerah. Perutnya besar sekali. Kami berdua menatap perutnya.

“Lucu.”, katamu.

“Apanya..”

“Perutnya. Besar.”

“Iya, mungkin bayinya besar.”

Lalu lewat serombongan mas-mas pecinta alam. Kenapa aku bisa tahu? Karena mereka kluwus tapi menarik. Hahaha.

“Kenapa mas-mas yang seperti itu selalu menarik untuk dilihat?”

Dia diam saja, sepertinya tidak paham.

Terdengar keributan. Ada (kemungkinan) copet ngeles, dan minta dikasihani. Lalu dipiting dua lelaki dan diamankan bersama Pak Satpam.

Kami pandang area parkiran. Ramai dengan mobil dan sepeda motor.

“Ini hari minggu ya.”

“Iya.”

“Pantas. Ramai. Tapi tidak biasanya mobil sebanyak ini. Pada ngapain sih di sini.”

Aku diam saja. Aku juga heran. Tapi tak kupikirkan.

*sigh* Aku benci mengantar. Karena nanti pulangnya sendirian. Tapi aku lebih benci tidak mengantar, karena nanti dia sendirian.

“Jam berapa?”

“Jam empat lebih lima.”

Dia kenakan kemeja flanel kotak-kotak, yang sedari tadi dia lipat.

“Jam berapa? Sudah lebih lima belas belum?”

“Sudah.”

Kami beranjak menuju pintu pemeriksaan tiket. Antre. Lalu kami mengedarkan pandang mencari kaca patri yang pernah kami lihat fotonya di laman fesbuk milik teman. Kaca patri pada jendela ruang tunggu. Kaca patri nan cantik bergambar lokomotif. Kaca patri yang cantik. Ciamik.

“Aku tidak pernah memperhatikan itu, ada kaca patri ciamik.”

Ah dia memang jarang memperhatikan hal seperti ini. Gending Gambang Semarang yang berbunyi juga pasti luput dari perhatiannya. Gending Gambang Semarang yang dibunyikan ketika kereta datang. Gending Gambang Semarang yang seolah menyambut datangnya para penumpang di Kota Semarang. Jawa Semarang. Aku sering membayangkan, menginjakkan kaki turun dari kereta dan disambut gending ini. Macak turis.

Tiba giliran tiket miliknya diperiksa. Dia pamit. Kutunggu hingga dia hilang dari pandangan, berbaur bersama penumpang lain, menuju Kamandaka.

Aku pulang, menyusur jalan yang sama dengannya beberapa jam yang lalu. Sendiri.

*Ditulis dengan ingatan pada tanggal 14 September 2014*

Wednesday, September 10, 2014

Tulisan tulisan

Tadi pagi ketemu teman SMA di depan ATM, yang paling pertama dia tanyakan tiap kali bertemu saya adalah "wes lulus?" dengan senyumnya yang khas. Hanya dia yang bertanya demikian, biasanya teman-teman akan sibuk bertanya sudah menikah?sudah punya anak berapa?kerja di mana?. Setelah saya jawab "uwiiiiiiiiissssss....hahaha." Barulah dia bertanya sibuk apa sekarang?sibuk naik gunung ya. Huwaaa...pengeeen.

Dan kemudian dia berkata bahwa pernah membaca tulisan saya ketika naik Merbabu. Saya bengong sebentar, oh iya..iya..saya ingat. Akhirnya malam ini saya buka kembali tulisan itu. Yaelah...itu tulisan kok lumayan detil ternyata, untuk sesuatu yang terlambat diceritakan.

Kemudian merembet ke folder cerita yang lainnya. Ingatan ingatan yang sempat dituliskan. Cerita cerita yang sudah mulai berdebu dalam ingatan.

Tidakkah tulisan itu mengikat kenangan.

Tuesday, September 09, 2014

Dua Gelas Cerita



Niatan kami adalah makan, tapi prasmanan membuat kami tak berselera. Kami memesan es kofimiks dan jus jambu tanpa es. Kami memilih satu meja, di sudut ruang dengan empat kursi. Dua kursi untuk kami berdua, dan dua kursi lainnya untuk tas punggung kami. Pesanan datang, segelas es kofimiks dan segelas jus jambu dengan es. Dia berdiri memesan gelas kosong, untuk es yang tak seharusnya hadir. Es yang nantinya menjadi air seiring cerita kami yang tak akan menguap.

Segelas es kofimiks kataku, bukan secangkir, bagaimana rasanya? Manis, ya, karena bu pujasera menambah satu sendok teh gula pasir. Tak mengapa, semanis kenangan yang melekat di tiap sudut tempat itu. Hampir semuanya masih sama seperti dulu, hanya mendoan yang berubah. Gorengan dingin itu tak senikmat seperti yang ada dalam ingatanku. Entah karena kami hanya berdua atau ibu penggoreng sudah berbeda.

Segelas jus jambu dengan es. Mungkin bu pembuat jus lupa dengan pesan kami. Tidak pakai es. Atau mungkin bu pembuat jus merasa salah dengar, mana ada jus tanpa es.

Pesanan kami hanya dua gelas minuman tapi kami bertahan dua jam, duduk bercerita. Dia bercerita, sambil mengaduk jus jambunya. Dia angkat sesendok cairan jus, dia tuang di dinding gelasnya, begitu dia lakukan hingga seluruh dinding gelas buram, kemudian dia bersihkan. Begitu terus hingga ceritanya selesai. Agaknya kenangan yang dia ceritakan seolah muncul dalam tiap butir jus jambu. Aku mendengarkan sambil mengaduk es kofimiks ku. Es kofimiks yang kusesap sedikit demi sedikit. Cerita kami pasti panjang, aku tak ingin memesan es kofimiks manis lagi. Manis gelas kedua tidak akan nikmat lagi. Oh ini hanya berlaku untuk es kofimiks.

Serombongan mahasiswa asing datang, bersama juru foto dan penerjemah, mereka makan kemudian pergi. Kami masih asyik dengan cerita-cerita kami. Hingga ibu pujasera membereskan meja yang penuh piring dan gelas kotor. Es dalam gelas mencair. Es kofimiks habis. Kami beranjak. Berjanji bertemu di tempat lain. Cerita yang lain.

Semarang, 5 September 2014

Sunday, September 07, 2014

Stranger



Pagi ini mendengarkan Secondhand Serenade. Setelah beberapa waktu lalu Owl City dan One Republic. Satu atau dua album itu akan berjodoh dengan mu mulai dari lagu pertama. Jika lagu pertama sudah tidak sreg di hati, maka jangan berharap pada lagu-lagu berikutnya. Lagu pertama pagi ini adalah Vulnerable. Berjodohkah? Ya, berjodoh. Buru-buru mencari liriknya. Saya ulangi mendengarkan lagu sambil membaca liriknya. Saya terbiasa membayangkan cerita pada lirik lagu atau sepotong pemandangan. Membaca dan mendengarkan mas vokalis menyanyi terbersit sebuah video klip.

Perempuan yang sedang jatuh hati sekaligus patah hati. Menenggelamkan dirinya dalam keriuhan dunia glamor. Apa saja dia lakukan demi membunuh hatinya yang sakit. Hingga sebuah ajakan menggiurkan datang dari teman-teman barunya. Sebuah perjalanan yang belum pernah dia alami. Munggah gunung euy. Dalam perjalanannya dia menyadari banyak hal, tentang dirinya sendiri, tentang perasaan dan hatinya. Hati yang baru saja coba dia bunuh. Sepulang dari perjalanan itu dia memutuskan untuk mengungkapkan perasaan pada lelaki itu. Hanya mengungkapkan tanpa menunggu jawaban dan memang tidak akan meminta jawaban. Perempuan ini tersenyum dan merasa lega.

Klise. Sungguh cerita yang klise. Tapi saya senang sepotong cerita itu berkelebat begitu saja. Hingga datang lagu kedua. Stranger. Tadinya saya pikir lagu ini tentang sepasang kekasih yang tetiba merasa seperti orang asing. Uhuk..uhuk..uhuk... Tapi sebuah pemandangan hadir di kepala saya. Jika lagu pertama mengambil tempat di gunung, pada lagu kedua ini justru di pusat perbelanjaannya. Mas-mas yang jatuh cinta pada mbak sosialita. Entahlah, tapi dia cantik, begitu cantik hingga si mas merasa semua berhenti. Si mas merasa si mbak inilah jodohnya. Ewh...terdengar seperti cerita ftv.

Turn around, turn around
And fix your eye in my direction
So there is a connection
I can't speak, I can't make a sound
To somehow capture your attention
I'm staring at perfection
Take a look at me so you can see
How beautiful you are
You call me a stranger, you say I'm a danger
But all these thoughts are leaving you tonight
I'm broken, abandoned, you are an angel
Making all my dreams come true tonight
I'm confident, but I can't pretend
I wasn't terrified to meet you
I knew you could see right through me
I saw my life flash right before my very eyes
And I knew just what wed turn into
I was hoping that you could see
Take a look at me so you can see
Your beauty seems so far away
I'd have to write a thousand songs
To make you comprehend how beautiful you are
I know that I can't make you stay
But I would give my final breath
To make you understand how beautiful you are
Understand how beautiful you are

Ya..bisa saja cerita ini adalah sesuatu yang sedang saya idam-idamkan. Munggah gunung, atau mungkin saya juga sedang merasa asing dengan diri saya sendiri.
Selamat hari minggu, selamat berbahagia... :)