Wednesday, August 20, 2014

Coffee and cigarette



Kamu dan rokok. Kamu dan kopi. Kamu, kopi dan rokok. Takkan ada yang menduga kamu dekat dengan mereka berdua. Ah maaf aku lupa satu lagi. Buku. Kamu dan buku. Kamu, kopi dan buku. Teman kuliahmu pernah berkata padaku bahwa dulu kamu tak suka membaca. Jangankan buku-buku sastra, buku kuliah pun malas kau buka, apalagi baca. Itu kata dia. Aku tak percaya. Buku adalah salah satu hal yang mendekatkanmu padaku, setelah lagu-lagu indie. Masih ingat novel yang tahun kemarin dibikin filmnya, yang kemudian membuat hampir seluruh pemuda Indonesia berbondong-bondong mendaki puncak tertinggi Jawa. Yah...novel yang itu.

Ah..mari kembali pada kamu, kopi dan rokok. Aku pun tak menduga kamu dan rokok, memiliki hubungan sedekat itu. Sejujurnya tak mampu kubayangkan bagaimana kamu mengisap rokok itu dalam dalam dan mengembuskan asapnya. Yehaa dalam bayanganku kamu akan terbatuk-batuk dan berhenti mengisap bakaran daun tembakau itu. Apalagi mengingat kamu pernah punya sakit pernapasan. Tapi kamu pernah bercerita, jika kawan-kawan mu menawari dan kamu sedang tak sanggup menolak, sebatang saja akan kamu cicipi, menghargai katamu. Itu cerita lama. Dan aku pun mendengarnya karena aku bertanya. Kamu tahu? Aku tak suka lelaki perokok, dan waktu itu kriteria lelakiku adalah bukan perokok. Ah itu masa ketika usiaku usia-perempuan-yang-memiliki-kriteria-lelaki-idaman.

Sampai aku menemukan sebungkus rokok dalam tasmu, waktu itu kamu bilang itu milik temanmu. Seminggu setelahnya kutanya lagi, kamu bercerita itu milikmu. Entah mana yang benar. Aku hanya akan terus mengingatkan, rokok itu menggerogoti paru mu, tubuh mu, bahkan mungkin cinta di sekelilingmu.

Ya..ya..aku juga pernah merokok. Sekali atau dua kali, aku tak ingat. Dulu. Itupun rokok gratisan. Ada event di suatu tempat, aku beli karcis masuk dan diberi bonus rokok satu bungkus. Aku merokok ketika pikiranku saat itu sedang kalut. Kututup rapat kamar kos, jendela, gordennya. Jangan kamu bayangkan aku mampu menelan semua asap itu, sedikit-sedikit saja. Yang bikin senang saat itu bukan asap rokok yang enak tapi senang karena melakukan hal nakal. Pernah kuceritakan padamu bahwa aku sekali merokok, ekspresimu seperti melihat setan pocong lewat. Hahaha, aku tertawa. Pernah bukan berarti aku perokok, kutekankan itu padamu, dan teman laki lainnya yang ekspresinya sama sepertimu.

Cerita tentang kopi pun sama. Kopi juga hal yang mendekatkan kita. Kopi sidikalang. Masih ingat? Kopi sidikalang dan topi gajah. Entah di mana topi kece mu itu sekarang. Tiap ada yang tanya, sudah pernah minum kopi sidikalang, aku dengan bangga menjawab sudah, dan lantas ingat padamu.

Kopi dan rokok. Aku belum pernah merasakan bagaimana rasanya jika dua hal itu dinikmati bersama. Nah kan kenapa kamu melotot seperti itu. Tenang saja, aku tak berniat mencobanya. Tapi, kau sudah pernah kan? Bagaimana rasanya? Nikmat mana dibanding kopi sambil bercerita bersamaku. Ah kau diam terlalu lama, ya..ya..aku tahu jawabnya.

Sebaiknya jangan lagi kamu merokok, kesehatanmu lho.

::separuh fiksi separuh tenanan::
 gambar nyomot semena-mena dari google image

Friday, August 01, 2014

menjelma adriana

atau apakah aku harus menjelma Adriana terlebih dahulu dan menciptakan petualangan untukmu, wahai kekasih
atau aku harus menjelma penjelajah dan menemanimu bertualang,
aku pernah mencoba dan kau khawatir luar biasa,
atau ah ini pilihan terakhir, menjelma cenayang sekaligus penulis...
meraba pikiranmu kemudian menuliskannya
hingga menjadi novel
setelah kau baca tamat novel itu, kau akan kehilangan..
begitu?