Dia tidak mau hubungan kami disebut sebagai pacaran. Seringnya dia menyebut
saya sebagai kekasih, sesekali disebutnya saya adalah calon istri.
*senyum-senyum*
Hanya, ternyata mindset saya tentang kekasih masih saja melulu tentang
rindu yang harus diungkapkan, tentang rasa sayang yang selalu dikatakan,
tentang keinginan selalu bertemu yang seringnya bikin saya badmood, tanpa
memikirkan kesibukannya.
Kadang saya rindu dulu, saat perasaan ini tersimpan rapi, saat rindu ini
terbayar hanya dengan melihat sosoknya, senyum, dan mata sipitnya. Saat
menunggu-nunggu pesan singkat darinya menjelang lelap. Saat tak harus tahu
dimana dengan siapa dan sedang berbuat apa?*heheheh*
Sampai segala keruwetan ini saya bikin sendiri. Tentang ketakutan-ketakutan
yang tidak beralasan kuat. Sampai-sampai dia harus mengatakan, “aku memang
jarang mengatakan rindu atau sayang padamu, tapi jangan dianggap aku tak rindu
atau tak sayang padamu.”
Teman baik yang menjadi kekasih itu bagus, tapi lebih bagus lagi jika
kekasih itu bisa menjadi teman baik.
Sebuah quote yang entah saya dapat darimana, tapi cukup membuat saya
berpikir, iya yaa.
Saya ingat yang dulu itu, ya kami teman baik, kini menjadi lebih dekat,
tapi mungkin menjadi tidak begitu baik. Mungkin sikap-sikap rewel saya membuatnya
tidak nyaman, hingga dia merasa belum bisa membuat saya bahagia dengan jarang
bertemunya kami.
Kini ketika ada yang memastikan tentang kami, “pacarnya?” bukan. “kekasih
ya?” hemm..mungkin. “calon suami?” *senyum*.
Kami teman baik, semoga tuhan merestui, hingga akhir hayat kami diijinkan
bersama saling menyayangi. Amin.
Ya..saya akan membuat hubungan ini menjadi lebih nyaman untuk kami. Sebagai
teman baik. Dia sebagai teman baik saya yang menemani hidup saya nanti.
Begitupun sebaliknya. Amin.
Ah semoga dia membaca tulisan ini...^^