Tuesday, November 24, 2015

Sekolah di seminar

Dalam tiga bulan ini saya sering ikut seminar dan pelatihan. Hal yang seingat saya sudah dua tahun lebih tidak saya ikuti.

Kata seorang kawan : Ayo ikut, gratis dan daripada kamu upyek terus di lab. Belajar di kampus lain.

Dan berangkatlah kami pagi itu. Saya siap dan bersenang hati. Seminar mengenai pengelolaan sumber daya alam indonesia melalui bioteknologi. Rindu dan rasanya seperti batere yang kelar dicharge, terisi kembali. Hasrat ingin sekolah lagi juga muncul (lagi). Apalagi universitas tersebut tahun depan akan membuka S2 Bioteknologi. :)

Beberapa minggu setelahnya ada pelatihan bioinformatika. Didaftarkan oleh Bu Dosen. Hehehe. Terima kasih, Ibu. Pemateri dari Universitas Brawijaya, beliau ciamik. Serius. Satu hal yang saya ingat dari pelatihan ini adalah gen on-off. Gen memiliki kemampuan untuk meng-on dan meng-off kan dirinya sendiri, dan itu tergantung dari pikiran ketika. Semacam sugesti. Jika kita berpikir kita sakit, maka kita sakit. Gen sakit akan on. Dan satu lagi yang saya ingat. Orang yang berbahagia karena memberi kebahagiaan (bantuan) kepada orang lain dengan tulus tanpa maksud apapun, seluruh gen penyakit degeneratif dalam tubuhnya akan off. Dan sebaliknya, orang yang berbahagia karena dirinya sendiri, karena dia kaya, pandai, pokoknya karena kebanggaan akan dirinya sendiri, gen-gen penyakit degeneratif dalam tubuhnya akan on. Medeni to.

Pelatihan berikutnya, sebenarnya ini pelatihan untuk orang-orang kimia. Tapi karena ya itu tadi setelah mengikuti beberapa seminar dan pelatihan rasanya kok bahagia maka pelatihan yang ini tidak saya lewatkan. Biarpun saya selalu merasa agak lamban memahami kimia. Berbekal PD berangkat ke universitas yang jarang saya datangi. Memperhatikan plang arah dan bertanya. Sampailah saya di sana dengan selamat dan sumringah. Dan dapat kawan baru. Di pelatihan tersebut saya diajak menjelajah laboratorium mereka. Dan alatnya oiiiiii canggih. Well...saya gumun. Hahahaha. Pelatihan yang menyenangkan plus dapat kawan baru.

Nah yang terbaru ini masih anget, baru saja kemarin minggu, 22 Nopember 2015. Seminar genetika dan hematopsikiatri. Dari seminar ini saya seperti ditarik ke masa beberapa tahun yang lalu, ketika saya mengagumi forensik. Forensik yang akhirnya membawa saya tertarik penelitian DNA. Dan Universitas Brawijaya kembali memukau saya. Hohoho.

Piye Dan?! Sekolah atau menikah? Hehehehe.

Selasabahagia.

Sunday, November 22, 2015

Oyong

Ada kebiasaan teman-teman ketika bepergian ke luar yaitu membelikan oleh-oleh, terutama jika mereka bepergian pada hari kerja. Dan salah satu kawan pergi ke Yogya kemarin selasa membelikan secawan bahan masaj tradisional. Berisi : Salt bath, sabun, masaj oil dan sabut oyong. Dan saya tertarik dengan si oyong.

Oyong adalah sayuran hijau. Biasanya dimasak dalam sayur bayam atau sop. Nama lainnya adalah gambas. Nama ilmiahnya Lufa accutangula.


Awalnya saya tidak terlalu peduli pada si oyong ini, ada atau tidak ada dia dalam mangkuk sayur saya. Rasanya toh anyep, terutama jika dimasak terlalu matang, tekstur kriuknya hilang. Dia menjadi lebih tidak menarik, bagi saya.

Namun kemudian seorang tetangga menanamnya, dan saya akhirnya tahu oyong tumbuhan merambat yang unik. Memanen oyong harus pada umur yang tepat. Jika terlalu muda, dia masih keras, tidak berdaging, terlalu tua pun kau hanya akan mendapatinya sebagai sabut. Iya, sabut, untuk cuci piring atau bisa juga untuk membersihkan telapak kaki.


Kenapa saya tertarik dengan sabut oyong dalam cawan oleh-oleh itu?
Karena saya jadi ingat sosok tetangga penanam oyong. Darinya saya tahu oyong adalah nama lain gambas. Olehnya saya tahu oyong tumbuhan merambat. Saya termasuk seorang anak kecil yang memperhatikan perkembangan satu buah oyong di halamannya, saat mulai berbunga, menjadi buah kecil, semakin besar dan membesar bahkan ketika sang penanam membiarkannya menjadi sabut. Untuk cuci piring.

Ah saya juga ingat, selain oyong, beliau juga menanam labu siam. Nama lainnya jipang. Nama ilmiahnya Sechium edule. Sama seperti oyong, jipang juga tumbuhan merambat. Dan sama seperti oyong (lagi), dia biasa dimasak dalam sayur bayam. Jipang juga menarik bagi saya, ketika mengolah jipang kita harus membuatnya berbuih terlebih dahulu sebelum memotongnya menjadi potongan kecil. Potong melintang menjadi dua, lalu tangkupkan dan gosok kedua permukaan dalamnya hingga berbuih. Itu dilakukan supaya getahnya tidak membuat tangan menjadi gatal.

Sang penanam sayur-sayuran itu adalah sepasang pensiunan sepuh di kompleks rumah saya. Sang istri, bagi anak-anak kecil adalah mirip mak lampir. Ya. Galak. Dan suka berteriak. Tapi sebenarnya beliau baik. Beliau juga menanam mawar merah, yang tidak wangi namun cantik. Hanya saja, kami anak-anak kecil tak berani meminta baik-baik, kami selalu memetiknya diam-diam. Dan itu terang saja membuatnya marah. Beliau bilang kami boleh memetik asalkan minta ijin.


Tapi kami tak pernah berani. Beliau mirip mak lampir dalan film horor.

Sekarang beliau berdua sudah pindah rumah. Kini rumah itu kosong dan betul-betul menjadi mirip rumah mak lampir. :)

Saturday, November 21, 2015

tujuh belas-delapan belas

Tujuh belas-delapan belas. Tanggal lahir kami berdekatan. Dekat sekali. Bagus, tapi juga tidak bagus. Ketika saya merasa tertekan dan menghindari datangnya tanggal itu, yang tentu saja tidak mungkin, maka saya juga akan mendatangi hari setelahnya. Delapan belas.
Saking tertekannya mendapat label dua tujuh, saya tidak ingin mendapatkan apapun sebagai kado. Selain doa. Maka, saya juga tidak menyiapkan apapun padanya selain doa.
Dan kemarin dia mengirimi saya dua foto, teman-temannya menyiapkan sebuah kejutan ulang tahun. Saya senang. Sekaligus merasa tidak berguna.
Dan anteng kemudian mlipir adalah pilihan terbaik.
Maaf tidak bisa memberi apapun selain doa.
:)

Thursday, November 19, 2015

Label Dua Puluh Tujuh

Semalam, saya menemukan artikel mengenai tai lalat, andeng-andeng, yeah mole. Saya adalah perempuan dengan banyak andeng-andeng di wajah. Di atas alis kanan, di dahi, di pipi kanan (dua biji), di pipi kiri satu biji, di leher dua, di bawah leher satu, di jari, telapak kaki, tangan, lengan. Yang bisa saya lihat hanya itu. Hehehe.
Nah, menurut artikel tersebut, posisi andeng-andeng menggambarkan personality. Kenapa saya tertarik membaca yang beginian? Karena artikel itu menyebutkan personality. Dan saya masih penasaran tentang personality saya, selain bahwa saya ini pemalas. Apakah pemalas bisa disebut personality? Entahlah.
Kenapa saya penasaran dengan personality saya? Karena seseorang pernah berkata bahwa, Mamas pasti akan memilih pendamping dengan personality yang kuat. Apakah personality saya kuat? Entah. :)
Balik ke soal andeng-andeng. Berdasarkan artikel tersebut, akan saya bandingkan apakah benar personality yang mereka sebutkan sesuai dengan yang saya nilai mengenai diri saya. Berarti ini subjektif lho yaaa...heuheuheu.
Dari wajah ya.
Andeng-andeng di dahi kanan : People with moles on the right of their forehead are belives to headed fo a life of fame, success and the green stuff (not kale). Maksudnya, itu orang (selalu) dipercaya untuk memimpin, tenar, sukses dan banyak duit. Tapi selain memiliki andeng-andeng di dahi kanan, saya juga punya andeng-andeng di (hampir) tengah dahi agak ke kiri, yang saya pikir ini penyeimbang. Hoahaha. Alias penawar. Karena saya jarang merasa percaya diri untuk memimpin, saya tidak tenar dan uang honor habis untuk beli buku, pulsa dan jajan.hehehe.
Andeng-andeng di pipi kanan. People with moles on their right cheek are thought to be sensitive and poetic souls. Hoahahaha. Baca yang ini saya tertawa. Yeah, saya sensitip. Bagi yang pernah saya tegur karena guyonannya begitu saya masukkan ke dalam hati pasti langsung mangguk-mangguk menyetujui artikel itu. Maaf yaa. :) Poetic soul? Of course I am. Hahaha. Ketika saya membagi cerita mengenai andeng-andeng di pipi kanan beserta penjelasannya, Mamas hanya memberi satu kata : Cocok. Hahaha. Entahlah apakah salah jika saya merasa bangga disebut sensitip dan puitis. :) Dan beberapa menit setelah saya membaca artikel itu, ada kawan baru saya berkomentar : Mbak, kamu ki puitis ya.. Hahaha. Saya tertawa. Yeah, I am.
Tapi sekali lagi, selain di pipi kanan, saya juga punya di pipi kiri. Diri saya seimbang ya. Hehehe. If your mole is on your left cheek, you maybe an introvert or homebody. Introvert? Saya kira tidak terlalu, saya ini jenis perempuan yang senang ngobrol. Meskipun pada awalnya saya terlihat judes dan cuek. Coba sapa saya, saya akan senang membalas sapaanmu, jika saya judes, cubit saja. Homebody? Anak rumahan? Mungkin saja. Karena daripada harus ijin pada bapak untuk dolan, saya lebih memilih untuk di rumah saja. :) aman.
Andeng-andeng di leher. You're probably well liked if you have a mole on the neck. It's suppossed to be sign of a good personality. Good for you. Berkepribadian baik, katanya. :) semoga ya.
Di tangan. Decisive and assertive, you don't mind making the calls if you have a mole on your mole. People with moles here are thought to be powerful decision-maker. Saya punya dua andeng-andeng di tangan. Tapi saya bukan decision-maker yang andal, dan saya belumlah orang yang tegas. Namun, semalam saya berbincang dengan seorang teman, dia bilang saya sudah cukup assertive terutama jika ada pemicunya. Tapi, semua orang juga begitu kan. :)
Andeng-andeng di jari tangan. You are a fighter. Your life will be full of obstacles and you will have what it takes to overcome them. Saya fighter! Hahahaha. Iyalah. Kalau tidak fighting, ngapain hidup. Ya kan. Hidup saya akan banyak kesulitan, semua orang juga begitu. Namun jika iu saya, biasanya karena saya sendirilah yang menyebabkan kesulitan-kesulitan itu. *nyengir*. Dan saya harus berjuang menyelesaikannya. Fighting!
Andeng-andeng di kaki. Travel and adventure. Pada bagian ini, sang artikel tidak menulis bagaimana personality orang yang memiliki andeng-andeng di kaki. Hanya menuliskan sebuah saran, bepergianlah, kenakan sepatu yang nyaman dan berjalanlah. Mungkin karena saya homebody seperti yang sudah disebut di atas, maka saya harus sering-sering bepergian dan menginap. Banyak piknik. Yosh!
Lalu kesimpulan apa yang saya dapat dari artikel itu? Saya harus lebih sering dolan dan berkawan. Melakukan hal-hal yang saya sukai. Memaklumi hal-hal yang mungkin tidak sesuai dengan pemikiran saya. Melakukan segala hal yang saya sukai itu dengan sungguh-sungguh. Lebih tegas lagi dalam berhemat dan menabung. Hohoho.
Mari, pada label dua puluh tujuh yang saya dapat kemarin selasa, mari menjadi lebih baik lagi. Aamiin.
Mulai menapaki dua puluh delapan. Bismillah.
<i>TEXT</i>

Tuesday, October 13, 2015

Merentang Rindu dari Jawa hingga Kaimana

Aku menemukanmu di hutan, pada gemersik serasah daun kering
Aku menemukanmu di gunung, pada desau angin malam
Aku menemukanmu di toko buku, pameran buku, pada keasikan menyelami tumpukan-tumpukan buku, pada baris-baris sinopsisnya
Aku menemukanmu di pameran seni, pada ide-ide coretan, sapuan kuas, pahatan kayu batu seniman
Aku menemukanmu di bus, pada perjalanan antar kota antar, pada suasana kota yang berlalu dari jendela tempatku duduk
Aku selalu (bisa) menemukanmu bahkan ketika ruang jarak dan waktu tak mempertemukan kita
Oleh karena aku melakukan perjalanan
Melalui buku, melalui lukisan, melalui lagu, puisi, melalui cerita, melalui jendela bus antar kota
Merentang Rindu dari Jawa hingga Kaimana


Tuesday, September 15, 2015

Ya. Itu benar.

Aku suka memandangimu lama-lama, supaya sel-sel otakku menyerap dengan baik bagaimana dirimu. Ada yang bilang, seseorang menabung rindu justru saat bertemu. Ya. Itu benar. Begitulah. Enam hari ke depan atau lebih, akan kulalui hari dengan 'membelanjakan' sedikit demi sedikit yang sudah kutabung selama empat jam kemarin.

Nulis kaya beginian mah paling aman di blog. :)

Saturday, September 05, 2015

superhero

Kemarin dia berseru memiliki dua superhero. Ultraman ribut dan satria baja hitam. Dua superhero yang menyelamatkannya dari bahaya laten terbawa arus perasaan. Yehaa. Aku mengingatkan, satu lagi superhero yang dia miliki. Superman atau ketika itu dia menyebutnya superguy.

Ya..ya..karakter yang dimiliki superhero-superhero itu selalu adalah seorang lelaki yang rendah hati, senang menolong, memiliki kemampuan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dalam waktu singkat, bijak, tidak mudah marah dan senang belajar, selalu memperbaharui kemampuannya, dan sedikit misterius, tidak senang 'menunjukkan' dirinya.

Kamu punya superhero juga tak?

Sunday, June 21, 2015

Perempuan Itu

Hal yang membuat perempuan itu merasa tidak senang adalah ia tidak tahu. Tapi, jika ia tahu dari awal pun dia tetap akan tidak senang. Hanya saja, ia akan memahami bahwa Dia orang baik. Orang baik yang selalu mendukung hal baik orang lain.
Perempuan itu merasa tidak senang karena ia adalah orang yang terakhir tahu, dan bukan dari Dia.
Perempuan itu merasa harus tahu segalanya dari mulut Dia. Bukan dari orang lain.
Perempuan itu memang selalu menyalahkan orang lain.
Aku tidak suka perempuan itu. Sekalipun ada sisi dalam diriku yang memahami perasaannya.

mas pram (yang lain)

“Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari." (Pram)

Dulu, kalimat ini pernah menjadi spesial. Karena diungkapkan seseorang, pertama kali dalam hidupku. Atas kegemaranku menulis. Padahal tulisan-tulisanku ketika itu tidak penting. Sungguh.
Ah tapi aku lalu ingat, jauh sebelumnya ada juga seseorang yang memintaku menulis. Dia menawarkan dirinya sebagai pembaca pertama. Padahal ketika itu cerita yang kutulis adalah bualan. Tapi dia suka, dia menunggu cerita pendekku, yang tak selesai ku tulis.
Dan keduanya kini tak menarik lagi. Toh selama ini aku menulis untuk diriku yang lain. Bukan untuk mereka.

Thursday, June 04, 2015

Dilan, niatnya review jadinya curhat



Saya beli novel Dilan yang ditulis oleh Pidi Baiq, beberapa minggu yang lalu. Namun, karena dipinjam oleh teman-teman, akhirnya saya baru berkesempatan membacanya semalam. Duh nggak bisa berhenti baca novel itu. Dan tidak mengantuk! Hehehehe. Mulai membaca sejak pukul 10 malam, dan kelar pukul 1 dini hari. 

Membaca tiap bab nya membuat saya ingin berteriak. Ya ampuuuun di dunia nyata ada nggak ya lelaki macam Dilan. Hihihihi. Tapi memang dari ceritanya saja, saya bisa membayangkan dan betul-betul yakin bahwa si Dilan ini tulus sayang dan cinta dengan Milea. Dan setelah baca novel ini, saya ingin beli buku kumpulan TTS. Hahahaha.

Baru kelar tadi dini hari, sekarang saya sudah rindu lagi pada sosoknya. Yaelah...hahaha. mas Yochun lewat ini mah.

Aduh saya jadi ingin menjadi romantis macam Dilan. Hahaha.

Monday, April 27, 2015

Karena Tulisan Merekatkan Ingatan


jika semua hal merekatkan ingatanku tentangmu, memangnya aku bisa lari ke mana?
mau dibikin sefiksi apapun tulisanku, toh ingatan mereka selalu tertuju padamu
aku ada karena mu
jika ingatan diibaratkan sehelai benang, maka dirimu adalah benang yang bercabang
setiap cabangmu tersulur dan terpaut pada benang lain
jika sudah begitu, memangnya aku bisa apa?
mencabutmu dari kepalaku?

Thursday, April 16, 2015

Hujan


Aku meminta sebuah kata padamu. Dirimu yang sedang asik bermain.


Untuk apa? tanyamu, tanpa menoleh.

Untuk dijadikan cerita. Aku sedang melatih diriku membuat minimal satu cerita dengan satu tema setiap hari.

Hujan. Katamu lirih sambil tersenyum.

Hujan yang turun menyambangimu tadi pagi ya. Deras dan cukup membuatmu ingin berlari menyongsongnya. Tapi kamu terpaksa mengurungkan inginmu itu. Bukan karena masih pagi, bukan karena banyak orang, tapi karena harus bekerja. Dunia orang dewasa. Harus bekerja.

Lalu nanti sore kamu akan bertanya, bagaimana tulisanmu tentang hujan?

Aku menulis tentang hujan sedikit. Lebih banyak menulis tentangmu.

Mungkin aku mulai rindu.

Monday, March 16, 2015

Amigdala dan cinta-cintaan



Sudah pernah nonton drama Jepang Mr. Brain? Aktor utamanya adalah Takuya Kimura, delapan episode dan apiiiik. Hahaha. Saya nonton berulang kali. Dan ini salah satu drama yang aman dari serangan hardisk rusak.

Pada episode ke-3 menceritakan seorang lelaki yang mencoba membunuh tunangannya, dengan cara didorong dari atas tangga. Si Mbak tidak meninggal, namun menjadi amnesia. Akhir cerita Mr.Brain membuktikan bahwa Mas itulah yang berusaha membunuh tunangannya. Dan si Mas mengaku, tapi dia seolah tidak mau disalahkan, tidak menyesal karena yah ceritanya agak complicated. Lalu, Mr.Brain menunjukkan foto rontgen otak si Mbak. Dia menceritakan bahwa dari hasil rontgen itu, amigdala si Mbak aktif saat ditunjukkan foto si Mas. Hal itu adalah respon otak yang luar biasa ketika kita melihat orang yang kita cintai, bahkan ketika kita tidak sadar bahwa kita mencintainya. *ceileh* Jadi, otak sudah lebih dulu bereaksi tanpa kita sadari. Tsah... Bingung? Gini, maksudnya, si Mbak kan amnesia, dia bahkan tidak ingat dengan tunangannya, tapi ketika ditunjukkan foto si Mas, amigdalanya bereaksi. Bagian otak yang beraksi ketika ada perasaan cinta. Ah...siapa bilang otak itu cuma bisa logis ya. Yah...lalu si Mas menyesal deh. Kapokmu kapan.

Yatapi ini drama...benar atau tidaknya informasi tsb, saya belum cari tahu lagi. Hehehe.

Pesan moral: kenakanlah helm ketika mengendarai motor. Otak yang ada di dalam tempurung kepalamu itu luar biasa. Dia bisa menyimpan banyak data dan informasi melebih hardisk eksternal satu tera. Hardisk eksternal satu tera harganya bisa jutaan, otakmu lebih berharga dari itu, sekalipun baru kau manfaatkan 2% nya saja (konon). Sudah pakai helm pun mengendarai kendaraan ya yang sopan.

Utamakan keselamatan sebagai kebutuhan.

*kok jadi iklan layanan masyarakat ya* :)
*tulisan ini tadinya mau diunggah ke facebook, tapi ndak jadi, panjang euy*

Monday, March 09, 2015

Mas Buku dan Rindu

Selamat pagi hari senin. Mari bercerita.

Kemarin sore, seorang teman berkunjung, dia ingin melihat dan membawa salah satu buku yang saya jual. Lalu saya bilang padanya bahwa saya memang menjual buku-buku. Ada banyak buku sastra dan buku lawas. Semua buku itu bukan milik saya, saya hanya bertugas menawarkan, menjual, mengatur transaksi dan mengirimkannya melalui pos indonesia atau melalui jasa pengiriman lainnya. Setelah saya keluarkan semua buku itu, dia tertarik dengan buku kumpulan cerpen kompas. Akhirnya justru buku yang dia beli, buku yang sebelumnya dia tawar, dia minta saya untuk menyimpannya.

Dia masih terus melihat membolak-balik satu per satu buku-buku itu. Saya senang melihatnya. Entahlah, seperti merasakan bagaimana perasaannya, karena saya tahu bagaimana rasanya senang melihat banyak buku. Apalagi jika buku-buku itu adalah buku yang belum pernah saya tahu, dan terlebih lagi adalah buku-buku yang menarik.

Dia menyayangkan kenapa tidak ke rumah kemarin-kemarin, jadi dia bisa melihat lebih lama buku-buku itu. hehehe. Dia juga kadang berkeinginan berjualan buku, hanya saja batinnya tak kuasa untuk memiliki sendiri. hehehe. Saya juga kok. Ah buku itu milik Mas. Kami, saya dan Mas selalu beli buku dua eksemplar, jika buku itu menarik. Satu kami jual, satu lagi kami koleksi. Jika buku itu langka, tidak akan kami jual. Tapi tidak semua buku kami perlakukan demikian. Ada banyak juga yang kelar kami baca, akan kami jual.

Lalu teman bertanya, Mas yang saya maksud ini siapa? Pacar? Yaa, bisa dianggap demikian, saya lebih senang menyebutnya kekasih. Halah. Dan teman saya berseru, "asik betul punya pacar yang sama-sama senang membaca buku."

Hahaha. Iya. Ini sebetulnya yang ingin saya ceritakan. Pagi ini saya mensyukurinya lagi. Besok tepat sebulan kami tidak bertemu. Ini waktu terlama kami tidak bertemu. Mas memang sering ke luar kota, karena pekerjaannya. Kadang hanya tiga hari, satu minggu, dua minggu.

Saya katakan pada teman saya, bahwa Mas gila bukunya kadang tidak bisa saya imbangi. Jika kami pergi ke toko buku, maka kami akan asik dengan diri kami sendiri. Buku yang dia sukai selalu menarik minat saya. Buku yang saya suka, belum tentu dia suka. Tapi, ya, ada beberapa buku kesukaan dia yang belum bisa saya cerna dengan baik. Buku tulisan Pramoedya AT. Kata Mas, membaca buku Pram harus dimuali dari membaca cerpennya. Bukunya banyak.

Lalu teman saya bertanya, "Mas mu cah sastra mesti." hahaha. Bukan. Cah Biologi juga kok. Dan dia orang baik. Baik sampai kadang saya minder. hahaha. Iya. Dia, selama yang saya kenal, jarang berprasangka. Dia lebih sering diam atau bercanda jika saya sudah mulai bersungut-sungut mengeluhkan polah orang lain. Rupanya teman saya pun juga demikian, memiliki calon suami yang baik. Dan katanya, dia jadi mengenal dirinya dan berdoa bisa saling melengkapi. aamiin.

Setelah lebaran tahun ini mereka menikah. Aamiin.

Banyak doa baik mengalir kemarin. :)

Dan pagi ini saya merindu.

"Rindu bukan tentang berapa lama kita tak berjumpa. Rindu adalah sesering kita mengingat manis cerita. Rindu adalah seberapa banyak kita baik-baik berdoa."


Saturday, March 07, 2015

Lupa kok sombong

"Dek, kenapa kamu selalu menyebut namaku dalam statusmu? Kan wagu. Dan kenapa kamu senang sekali menuliskan segala hal yang kita bicarakan." seperti biasa, itu Mbak Dian yang bertanya.

Karena Mbak, jika aku menyebutmu menggunakan kata ganti 'dia', nanti orang akan menyangka njenengan adalah kekasihku. Kan wagu. Aku hanya mengarsipkan, Mbak. Aku ini pelupa, meskipun aku tidak pernah bermaksud untuk bangga bahwa aku sering lupa.


Lah malah sekarang saya tulis di blog ya. hehehe. Sssttt....

Kadang kita tidak sadar kalau sering sombong. Menyombongkan kebiasaan lupa, bangga. Saya pun secara tidak sadar menunjukkan perilaku yang demikian. Berulang kali lupa, tapi tidak mau mencatat atau berusaha untuk evaluasi diri, piye carane ben gak lalinan. Mencatat sih sudah saya lakukan. Kebetulan akhir tahun 2014 saya beli ponsel pintar, yang di dalamnya berisi aplikasi untuk mencatat to-do-list. Tapi jeleknya adalah, apa yang luput dituliskan, ya luput untuk dikerjakan. :) Keterlaluan. Iya memang keterlaluan.

Lalu bagaimana?

Ya, teruslah berusaha, untuk mengingat. Janganlah kamu sadar betul kamu pelupa, tapi lantas menjadi permisif pada dirimu sendiri. Kan lali. *plak*

Kalau menjadi pelupa lalu kamu bangga, secara tidak langsung kamu menyepelekan kekuasaan Tuhan. Lho kok bisa?! Iya, karena kamu sudah diberi otak yang ciamik daya serap informasinya kok malah tidak dimanfaatkan sebaik mungkin.

Beraaaat, jika sudah disangkutkan dengan Tuhan ya. hehehe. 

Tapi ya harus gitu. Jika teguran dari orang tua, atasan dan teman-teman sudah tidak mempan. Ya tho.

Iyain ajaaa.... :)

Selamat akhir pekan. 

*peluk leptop sudah sehat*

Monday, February 02, 2015

Om Farid

Kami diam di eskalator. Badan kami yang diam, tidak berjalan. Iya, yang berjalan eskalatornya.hehehe. Tapi mulut kami tidak diam. Pikiran kami juga, hati kami juga.
Ketika lantai dua sudah nampak, dia berseru "wah ada om farid." Saya pun berseru, "mana..mana..mana.."
"Itu..." Saya melihat ke arah jarinya menunjuk. Tampaklah seorang lelaki yang mirip om farid.
Hahahahahaha. Kami tertawa bersama.
Dia punya sisi itu. Sisi lucu. Yang spontan. Dan menyenangkan.
Saya senang. Dia juga. (semoga)
Lalu kenapa saya menulis ini.
Ah namanya juga rindu.
Saya toh tidak ingat kenapa kami di eskalator.
Dan karena riuh di dalam kepala ini belum juga reda.

Sunday, January 18, 2015

Seribu Tahun Lamanya

Bila.... kau sanggup untuk melupakan dia, biarkan aku hadir dan menata ruang hati yang telah tertutup lama. Jika kau masih ragu untuk menerima, biarkan hati kecilmu bicara, karena ku yakin kan datang saatnya kau jadi bagian hidupku... kau jadi bagian hidupku. Takkan pernah berhenti untuk selalu percaya walau harus menunggu seribu tahun lamanya. Biarkan lah terjadi wajar apa adanya walau haru menunggu seribu tahun lamanya. Selama apapun itu ku akan selalu menunggu...

Ini lagu lama. Dulu dinyanyikan oleh Jikustik. Pencipta lagu ini tentu saja pentolan Jikustik, Pongki Barata. Saya ngetik lirik lagu ini sambil mendengarkan versi Tulus-nya. Arransemen lagunya dibikin nge-jazz gitu. Saya suka. Pertama saya dengar dari radio. Iseng saja semalam, merasa rindu sudah lama sekali tidak mendengarkan siaran radio lokal. Sekarang seringnya streaming melalui komputer, radio Yogyakarta atau Jakarta. 

Semalam memang sengaja mencari saluran radio yang memutar lagu domestik. Eh nemu lagu ini. Intronya saja sudah asik. Merasa tidak asing dengan lirik lagunya. Saya secara tidak sadar ikut menggumamkan lagu ini. Aduuuh...saya suka lagu ini ketika dinyanyikan Tulus. Semalam saya dengar lagu ini di radio sampai tiga kali. :)

Saya google lirik lagunya dan ternyata ini lagu di album Pongki Barata Meet the Stars. Semua lagu ciptaan Pongki Barata, tidak melulu yang pernah dinyanyikan Jikustik.

Pada lagu ini, berdasarkan yang saya baca di website Pongki Meet The Stars, Tulus mengubah kata 'tahu' pada lirik karena ku tahu kan datang saatnya kau jadi bagian hidupku... menjadi 'yakin'. hihihi. Saya malah ndak ngeh jika dulu lirik lagunya begitu. Tapi saya suka lagu ini sekarang juga karena bagian 'yakin' itu kok.

karena ku yakin kan datang saatnya kau jadi bagian hidupku...kau jadi bagian hidupku...selama apapun itu ku akan selalu menunggu...

Wednesday, January 14, 2015

Sang Kertas

Aku adalah sebatang ranting yang tumbuh cukup kokoh pada sebuah pohon. Manusia menyebut pohonku akasia. Aku tumbuh di sebuah lahan sewa. Pada sebuah universitas. Beberapa bulan yang lalu pohonku ditebang. Aku ini milik sebuah perusahan kertas. Bukan milik universitas. Dan beberapa bulan kemudian, aku tahu aku bukan lagi sebuah batang. Akulah kertas. Teman-temanku beruntung, menjadi kertas buku. Berisi tulisan penuh makna dan ilmu. Sedangkan aku, dilihat dari ukuranku, tentu aku tak mungkin menjadi buku.
Hari ini aku akan tahu aku menjadi apa.
Ah rupanya aku menjadi kertas yang bertuliskan nomor antrean. Pada sebuah bank. Aku bernomor 171. Seorang manusia menggenggamku.  Tanpa membuatku kusut. Dia lalu mencari tempat duduk. Kukira dia lebih suka duduk di deret kursi belakang. Karena raut wajahnya ketika duduk di deret depan tak menunjukkan rasa senang.
Dia mulai mengeluarkan dompetnya, tapi dompet itu tak berisi uang. Hanya sebuah ponsel dan beberapa buku tabungan.
Beberapa kali dia melihat ke arah monitor nomor antrean. Waaah rupanya giliran dia masih cukup lama. Di monitor itu tertera angka 156.
Dia tahu gilirannya masih lama, tapi tetap saja ketika monitor itu bersuara, dia melihat ke arah monitor itu lalu ke melihatku. Dan kemudian menghela nafas. Aku memperhatikannya. Dia sering menghela nafas dan menguap. Dia juga sering melihat ke arah monitor, ke arahku, lalu ke meja teller. Sepertinya dia menghitung gilirannya. Apakah dia akan melakukan transaksi di konter satu ataukah dua. Sepertinya dia mengharapkan konter du. Maka dia selalu mengulang menghitung, terutama jika ada satu nomor antrean yang kosong.
Ooh...sepertinya dia bosan, dia mulai menguap lagi. Dia tidak lagi menghitung kapan gilirannya. Dia kini mengutak-atik ponselnya. Aku tak tahu apa yang dia mainkan, tidak nampak. Dia meletakkanku di antara ponsel dan dompetnya.
Ah sepertinya dia juga sudah mulai bosan pada ponselnya. Dia masukkan lagi.
Oh dia melihat ke arahku. Gawat. Dia mulai melipatku. Melipat dua. Kemudian dia lipat-lipat membentuk sesuatu. Tapi belum jelas aku jadi apa. Oh..oh..aku sekarang menjadi sebuah kapal. Aku jadi rindu ketika aku adalah sebuah batang. Dulu kukira aku akan menjadi sebuah perahu. Mengarungi laut dan samudera yang luas. Atau paling tidak menjadi rakit atau dayung. Sepertinya menyenangkan bersentuhan dengan air. Meskipun ketika aku adalah sebuah batang pohon aku juga bersentuhan dengan air hujan. Tapi tentu mengapung di sungai atau laut sangat menyenangkan. Ya..ya..mari kembali padanya.
Dia terlihat senang ketika aku berubah menjadi sebuah perahu kertas. Dia tersenyum. Ah dia mengernyitkan dahinya. Dia bongkar perahu kertasku.
Dia mulai melipat lagi. Dengan lipatan yang berbeda.
Errr...sepertinya dia bingung akan membuat apa. Setelah beberapa menit berkutat dengan sudut lipatan dan sesekali tersenyum geli, tampaknya telah jadi. Bentuk apa ini. Aku tak paham. Dia pun juga tampak tidak paham. Dia akan tertawa. Oh dia menahan tawanya.
Ah dia melepas lagi lipatan-lipatan ini. Apa sebenarnya yang dia pikirkan. Tapi aku senang, dia tampak puas bermain-main denganku. Kantuknya hilang. Bosannya terbang.
Waah...kini aku berbentuk seperti kipas, dengan nomor ku di depan nampak jelas berikut hiasan lipatan di kedua sisi. Hihihi.
Sepertinya kini sudah gilirannya melakukan transaksi. Aku dihadapkannya pada pegawai bank. Doanya tak terjawab. Hitungannya meleset. Dia dilayani di konter satu. Hahaha.
Nah selesai sudah tugasku. Sang pegawai bank mengambilku. Lalu membuangku ke tempat sampah di bawah meja.
Sekian tahun aku tumbuh sebagai pohon. Lalu manusia mengolahku menjadi kertas. Hanya tiga puluh menit aku bermanfaat. Sebagai nomor antrean. Dan dibuang. Menjadi sampah. Akankah aku bermanfaat lagi. Entahlah...

Tuesday, January 13, 2015

Lelaki Kecil

Sore ini saya bertemu seorang anak kecil. Lelaki kecil. Matanya bening. Bulatan hitamnya masih besar. Mungkin mata anak kecil lah yang mengilhami produsen kontak lensa mata. Supaya mata terlihat lebih besar. Supaya mata mereka tampak bening seperti anak-anak. Ekspresi anak itu lucu. Ndowoh begitu seseorang menyebutnya. Rambutnya hitam dan tebal. Nanti ketika ia cukup besar, ia tahu rambut itu disebut keriting. Dan dia akan protes pada ibunya. Mengurung diri di dalam kamar. Dan berteriak kenapa di antara saudara-saudara sekandungnya, hanya dia yang keriting. Peristiwa itu akan cepat ia lupakan. Dan hadir kembali dalam ingatan ketika sang ibu bercerita. Ia dan ibu akan sama-sama menertawakan. Dan mungkin ia akan jadi rindu. Betapa pada masa itu, menjadi kanak-kanak memiliki banyak kesenangan yang sederhana. Bermain gundu, bermain air di kali, bermain lumpur di sawah, berkubang air hujan di lapangan sepakbola atau sekadar menunggu ibu lengah dan kabur bermain bersama teman-teman di siang hari saat ia harus tidur. Betapa ia akan merasa beruntung tak harus disibukkan dengan berbagai les mata pelajaran ini, kursus itu, harus pandai begini dan begitu, seperti kebanyakan anak jaman sekarang. Betapa dia mensyukuri tak perlu khawatir iri pada gawai yang dimiliki teman-temannya. Karena mainan pada masa itu bisa mereka buat sendiri bersama-sama. Mobil dari debog pisang beroda potongan sandal jepit, atau permainan yang hanya membutuhkan tanah lapang dan banyak kawan. Masa  kecil akan berkelebat dalam ingatannya dan ibu. Ketika saling bercerita. Ia mungkin akan menyangkal tak percaya. Dan ibu akan tetap meyakinkan sambil tertawa. Dan saya hanya menduganya demikian. Karena saya hanya bertemu anak itu dalam sebuah foto. Saya hanya menduga semua cerita masa kecilnya itu dari sinar mata dalam foto dan sekelumit cerita yang pernah ia utarakan.
Ia menjadi dewasa dengan caranya. Ia menjadi dewasa dengan bahagia.
Sehat selalu ya.
😊

Wednesday, January 07, 2015

perkara itu itu lagi

Saya bukan perempuan tangguh. Entah kenapa pikiran itu kembali mengusik saya. Lha wong jalan di kota saja yang notabene tidak jalan kaki alias naik motor saya keok, apalagi jalan di hutan pegunungan. Tentu saya akan merepotkan.
Lha kan jalan di gunung ndak perlu tiap hari kan. Begitu teman saya menghibur. Entah justru membuat saya semakin down. Hahaha. Lha iya, justru butuh berjibaku dengan perkotaan tiap hari kan
 Kenapa malah keok. Lantas seharusnya bagaimana supaya tidak gampang keok. Itu pertanyaan pentingnya. Bukan mempermasalahkan keok di mana. Tapai bagaimana supaya sehat selalu. Hahaha.
Kowe pancen ruwet, Dan.
Nah, sudah clear kan sekarang.
Sing adem ayem yo.
Nek pancen jodone mlaku ning gunung, mengko bakal mlaku meneh.
OLAHRAGA DONK!!!

Thursday, January 01, 2015

cie...cie..2015

2015
Yaelah udah 2015 aja ya. Sepertinya 2014 kemarin saya termasuk golongan orang merugi. *sigh* Piye ndak rugi wong saya ndak ingat apa saja yang sudah saya capai setahun kemarin. Garapan artikel ndak saya sentuh lagi. Saya malah asik dolanan. Ah pancen mbuh.
Umur nambah tapi kedewasaan ndak nambah-nambah.
Beneran nih saya ndak ingat setahun kemarin ngapain saja. Hiiiiiii.... Jangan-jangan saya amnesia. *diketak*
Tapi mari nulis apa saja yang harus saya capai 2015.


1. Kerja beneran.


Udah. Satu saja dulu. Hehehe. Doa yang satu itu diucapkan dan diniati baik-baik dalam hati saja. Aamiin.
Doanya semoga semua selalu diberkahi sehat dan bahagia. Damai dan tentram alam semesta. Aamiin.