Debu di pelupuk mata adalah hal kecil yang terasa besar. Mau dikucek terus sampai iritasi, atau segera ditetesi obat mata kemudian lega
Dipilih...dipilih..dipilih...
Sejak kemarin saya menulis demikian. Saya pikir, saya sering sekali menganggap hal kecil dan menjadikannya besar. Padahal bisa saja saya mengguyur masalah kecil itu dengan lebih bijaksana. Seharusnya begitu.
Tentu debu itu adalah masalah penting karena jika didiamkan dia akan mengganggu penglihatan, ngganjel. Tapi ya itu tadi lho, disikapi dengan bijaksana saja. Diguyur dengan obat tetes mata, bukan dikucek atau diubek-ubek, beneran jadi gawat itu kalau iritasi.
Lebay memang tulisan ini. Tapi perumpamaan itu memang bener dan cukup ngampleng saya. Kemarin saya kelilipan. Waktu masang anggrek epifit di batang pohon sukun di belakang rumah. Debu gesekan tali raffia di batang itu terbang oleh angin dari arah depan, masuklah ke mata. Kebayang debu nya sekecil apa kan? Tapi beneran itu ganggu. Udah ditetesi obat mata, tapi nggak mau minggir, nempel di kelopak mata atas bagian dalam. Ngganjel bangetttt. Setelah operasi kecil, saya cungkil debu hitam itu menggunakan cotton bud yang sebelumnya sudah ditetesi obat mata, bisa diambil. Lega. Meskipun menyisakan perih akibat gesekan cotton bud dengan kelopak mata.
Sorenyaaaaa, yang kelilipan gantian mata kanan, oiya tadi yang kelilipan adalah mata kiri. Yang mata kanan ini, sampai malam tidak terdeteksi dimana debu itu berada. Sudah ditetesi obat mata beberapa kali tetep masih ngganjel, dan ndak bisa keluar debu nya. Yaweslah..saya menyerah, saya merem, tidur, istirahat. Paginya sudah bersih, tapi beleknya banyak. Hehehehe.
Berarti ada satu lagi jalan keluar, selain berusaha mengeluarkan debu itu dengan obat tetes mata dan mengambil dengan cotton bud, juga bisa diatasi dengan tidur, maksudnya adalah ikhlas. Kan sudah berusaha sebisa mungkin. Sudah berusaha dengan ditetesi obat mata, tapi gagal, ya sudah, terima saja, mata punya cara sendiri untuk melindungi dirinya. Mata punya prosedur untuk membersihkan dirinya. Tuhan juga punya caranya sendiri untuk membantu kita keluar dari masalah, yang perlu kita lakukan adalah berusaha sebisa mungkin, kemudian ikhlas dengan apa yang dikehendaki tuhan. Begitulah...tuhan punya prosedurnya sendiri, yang cepat atau lambat kita akan menyadari itu sebagai berkah. Bukankah tidur dalam kasus kelilipan saya yang kedua juga merupakan berkah. Hehehehe. Mekso memang analoginya.
Beda lagi dengan kelilipan belalang, eh bukan kelilipan sih sebenarnya, tapi ditemploki. Saat malam kemarin pulang dari kost teman, tetiba ada belalang nemplok ke dada saya, belalang besar. Saya kaget, tapi mungkin dia lebih kaget ya. Hehehe. Setelah itu, karena gelap saya tidak tahu apa kabar belalang itu, jatuhkah pasca menubruk saya, atau bagaimana saya tidak tahu, karena gelap malam. Saya toh mengendarai motor dengan kecepatan cukup tinggi. Ternyataaa...belalang itu nggremet ke atas, ke wajah saya, sontak saya kaget dan buru-buru membuangnya. Saya kibaskan dia begitu saja. Nah jika tidak hati-hati ketika membuang belalang itu, bisa jadi saya yang jatuh, dan ngglangsar dengan sukses. Buru-buru menyelesaikan masalah tanpa tahu pasti penyebab masalah itu timbul juga akan berakibat tidak baik bukan. Harus punya strategi dan kondisi yang seimbang. Supaya efek yang ditimbulkan dari pengambilan keputusan itu juga bisa diterima dengan baik dan tidak menimbulkan ”cedera” yang berlebihan.
Baik debu maupun belalang, adalah hal yang sulit diprediksi akan datang. Tapi kemungkinan mereka mak bedunduk datang pasti ada, karena ini hidup. *uwooooooh..bahasane* Ya kan habitat tempat kita hidup ada banyak debu dan ada belalng, kemungkinan mereka tiba-tiba nyempil dan nemplok itu pasti ada. Dalam hidup juga demikian. Menjadi siapapun, dokter, profesor, presiden, peneliti, pasti akan ada banyak masalah datang tak terduga, jadi persiapkan diri untuk bisa selalu bijaksana dan ikhlas menerima, siapkan semangat yang tak pernah pupus untuk mencoba menyelesaikan.