Tuesday, November 24, 2015

Sekolah di seminar

Dalam tiga bulan ini saya sering ikut seminar dan pelatihan. Hal yang seingat saya sudah dua tahun lebih tidak saya ikuti.

Kata seorang kawan : Ayo ikut, gratis dan daripada kamu upyek terus di lab. Belajar di kampus lain.

Dan berangkatlah kami pagi itu. Saya siap dan bersenang hati. Seminar mengenai pengelolaan sumber daya alam indonesia melalui bioteknologi. Rindu dan rasanya seperti batere yang kelar dicharge, terisi kembali. Hasrat ingin sekolah lagi juga muncul (lagi). Apalagi universitas tersebut tahun depan akan membuka S2 Bioteknologi. :)

Beberapa minggu setelahnya ada pelatihan bioinformatika. Didaftarkan oleh Bu Dosen. Hehehe. Terima kasih, Ibu. Pemateri dari Universitas Brawijaya, beliau ciamik. Serius. Satu hal yang saya ingat dari pelatihan ini adalah gen on-off. Gen memiliki kemampuan untuk meng-on dan meng-off kan dirinya sendiri, dan itu tergantung dari pikiran ketika. Semacam sugesti. Jika kita berpikir kita sakit, maka kita sakit. Gen sakit akan on. Dan satu lagi yang saya ingat. Orang yang berbahagia karena memberi kebahagiaan (bantuan) kepada orang lain dengan tulus tanpa maksud apapun, seluruh gen penyakit degeneratif dalam tubuhnya akan off. Dan sebaliknya, orang yang berbahagia karena dirinya sendiri, karena dia kaya, pandai, pokoknya karena kebanggaan akan dirinya sendiri, gen-gen penyakit degeneratif dalam tubuhnya akan on. Medeni to.

Pelatihan berikutnya, sebenarnya ini pelatihan untuk orang-orang kimia. Tapi karena ya itu tadi setelah mengikuti beberapa seminar dan pelatihan rasanya kok bahagia maka pelatihan yang ini tidak saya lewatkan. Biarpun saya selalu merasa agak lamban memahami kimia. Berbekal PD berangkat ke universitas yang jarang saya datangi. Memperhatikan plang arah dan bertanya. Sampailah saya di sana dengan selamat dan sumringah. Dan dapat kawan baru. Di pelatihan tersebut saya diajak menjelajah laboratorium mereka. Dan alatnya oiiiiii canggih. Well...saya gumun. Hahahaha. Pelatihan yang menyenangkan plus dapat kawan baru.

Nah yang terbaru ini masih anget, baru saja kemarin minggu, 22 Nopember 2015. Seminar genetika dan hematopsikiatri. Dari seminar ini saya seperti ditarik ke masa beberapa tahun yang lalu, ketika saya mengagumi forensik. Forensik yang akhirnya membawa saya tertarik penelitian DNA. Dan Universitas Brawijaya kembali memukau saya. Hohoho.

Piye Dan?! Sekolah atau menikah? Hehehehe.

Selasabahagia.

Sunday, November 22, 2015

Oyong

Ada kebiasaan teman-teman ketika bepergian ke luar yaitu membelikan oleh-oleh, terutama jika mereka bepergian pada hari kerja. Dan salah satu kawan pergi ke Yogya kemarin selasa membelikan secawan bahan masaj tradisional. Berisi : Salt bath, sabun, masaj oil dan sabut oyong. Dan saya tertarik dengan si oyong.

Oyong adalah sayuran hijau. Biasanya dimasak dalam sayur bayam atau sop. Nama lainnya adalah gambas. Nama ilmiahnya Lufa accutangula.


Awalnya saya tidak terlalu peduli pada si oyong ini, ada atau tidak ada dia dalam mangkuk sayur saya. Rasanya toh anyep, terutama jika dimasak terlalu matang, tekstur kriuknya hilang. Dia menjadi lebih tidak menarik, bagi saya.

Namun kemudian seorang tetangga menanamnya, dan saya akhirnya tahu oyong tumbuhan merambat yang unik. Memanen oyong harus pada umur yang tepat. Jika terlalu muda, dia masih keras, tidak berdaging, terlalu tua pun kau hanya akan mendapatinya sebagai sabut. Iya, sabut, untuk cuci piring atau bisa juga untuk membersihkan telapak kaki.


Kenapa saya tertarik dengan sabut oyong dalam cawan oleh-oleh itu?
Karena saya jadi ingat sosok tetangga penanam oyong. Darinya saya tahu oyong adalah nama lain gambas. Olehnya saya tahu oyong tumbuhan merambat. Saya termasuk seorang anak kecil yang memperhatikan perkembangan satu buah oyong di halamannya, saat mulai berbunga, menjadi buah kecil, semakin besar dan membesar bahkan ketika sang penanam membiarkannya menjadi sabut. Untuk cuci piring.

Ah saya juga ingat, selain oyong, beliau juga menanam labu siam. Nama lainnya jipang. Nama ilmiahnya Sechium edule. Sama seperti oyong, jipang juga tumbuhan merambat. Dan sama seperti oyong (lagi), dia biasa dimasak dalam sayur bayam. Jipang juga menarik bagi saya, ketika mengolah jipang kita harus membuatnya berbuih terlebih dahulu sebelum memotongnya menjadi potongan kecil. Potong melintang menjadi dua, lalu tangkupkan dan gosok kedua permukaan dalamnya hingga berbuih. Itu dilakukan supaya getahnya tidak membuat tangan menjadi gatal.

Sang penanam sayur-sayuran itu adalah sepasang pensiunan sepuh di kompleks rumah saya. Sang istri, bagi anak-anak kecil adalah mirip mak lampir. Ya. Galak. Dan suka berteriak. Tapi sebenarnya beliau baik. Beliau juga menanam mawar merah, yang tidak wangi namun cantik. Hanya saja, kami anak-anak kecil tak berani meminta baik-baik, kami selalu memetiknya diam-diam. Dan itu terang saja membuatnya marah. Beliau bilang kami boleh memetik asalkan minta ijin.


Tapi kami tak pernah berani. Beliau mirip mak lampir dalan film horor.

Sekarang beliau berdua sudah pindah rumah. Kini rumah itu kosong dan betul-betul menjadi mirip rumah mak lampir. :)

Saturday, November 21, 2015

tujuh belas-delapan belas

Tujuh belas-delapan belas. Tanggal lahir kami berdekatan. Dekat sekali. Bagus, tapi juga tidak bagus. Ketika saya merasa tertekan dan menghindari datangnya tanggal itu, yang tentu saja tidak mungkin, maka saya juga akan mendatangi hari setelahnya. Delapan belas.
Saking tertekannya mendapat label dua tujuh, saya tidak ingin mendapatkan apapun sebagai kado. Selain doa. Maka, saya juga tidak menyiapkan apapun padanya selain doa.
Dan kemarin dia mengirimi saya dua foto, teman-temannya menyiapkan sebuah kejutan ulang tahun. Saya senang. Sekaligus merasa tidak berguna.
Dan anteng kemudian mlipir adalah pilihan terbaik.
Maaf tidak bisa memberi apapun selain doa.
:)

Thursday, November 19, 2015

Label Dua Puluh Tujuh

Semalam, saya menemukan artikel mengenai tai lalat, andeng-andeng, yeah mole. Saya adalah perempuan dengan banyak andeng-andeng di wajah. Di atas alis kanan, di dahi, di pipi kanan (dua biji), di pipi kiri satu biji, di leher dua, di bawah leher satu, di jari, telapak kaki, tangan, lengan. Yang bisa saya lihat hanya itu. Hehehe.
Nah, menurut artikel tersebut, posisi andeng-andeng menggambarkan personality. Kenapa saya tertarik membaca yang beginian? Karena artikel itu menyebutkan personality. Dan saya masih penasaran tentang personality saya, selain bahwa saya ini pemalas. Apakah pemalas bisa disebut personality? Entahlah.
Kenapa saya penasaran dengan personality saya? Karena seseorang pernah berkata bahwa, Mamas pasti akan memilih pendamping dengan personality yang kuat. Apakah personality saya kuat? Entah. :)
Balik ke soal andeng-andeng. Berdasarkan artikel tersebut, akan saya bandingkan apakah benar personality yang mereka sebutkan sesuai dengan yang saya nilai mengenai diri saya. Berarti ini subjektif lho yaaa...heuheuheu.
Dari wajah ya.
Andeng-andeng di dahi kanan : People with moles on the right of their forehead are belives to headed fo a life of fame, success and the green stuff (not kale). Maksudnya, itu orang (selalu) dipercaya untuk memimpin, tenar, sukses dan banyak duit. Tapi selain memiliki andeng-andeng di dahi kanan, saya juga punya andeng-andeng di (hampir) tengah dahi agak ke kiri, yang saya pikir ini penyeimbang. Hoahaha. Alias penawar. Karena saya jarang merasa percaya diri untuk memimpin, saya tidak tenar dan uang honor habis untuk beli buku, pulsa dan jajan.hehehe.
Andeng-andeng di pipi kanan. People with moles on their right cheek are thought to be sensitive and poetic souls. Hoahahaha. Baca yang ini saya tertawa. Yeah, saya sensitip. Bagi yang pernah saya tegur karena guyonannya begitu saya masukkan ke dalam hati pasti langsung mangguk-mangguk menyetujui artikel itu. Maaf yaa. :) Poetic soul? Of course I am. Hahaha. Ketika saya membagi cerita mengenai andeng-andeng di pipi kanan beserta penjelasannya, Mamas hanya memberi satu kata : Cocok. Hahaha. Entahlah apakah salah jika saya merasa bangga disebut sensitip dan puitis. :) Dan beberapa menit setelah saya membaca artikel itu, ada kawan baru saya berkomentar : Mbak, kamu ki puitis ya.. Hahaha. Saya tertawa. Yeah, I am.
Tapi sekali lagi, selain di pipi kanan, saya juga punya di pipi kiri. Diri saya seimbang ya. Hehehe. If your mole is on your left cheek, you maybe an introvert or homebody. Introvert? Saya kira tidak terlalu, saya ini jenis perempuan yang senang ngobrol. Meskipun pada awalnya saya terlihat judes dan cuek. Coba sapa saya, saya akan senang membalas sapaanmu, jika saya judes, cubit saja. Homebody? Anak rumahan? Mungkin saja. Karena daripada harus ijin pada bapak untuk dolan, saya lebih memilih untuk di rumah saja. :) aman.
Andeng-andeng di leher. You're probably well liked if you have a mole on the neck. It's suppossed to be sign of a good personality. Good for you. Berkepribadian baik, katanya. :) semoga ya.
Di tangan. Decisive and assertive, you don't mind making the calls if you have a mole on your mole. People with moles here are thought to be powerful decision-maker. Saya punya dua andeng-andeng di tangan. Tapi saya bukan decision-maker yang andal, dan saya belumlah orang yang tegas. Namun, semalam saya berbincang dengan seorang teman, dia bilang saya sudah cukup assertive terutama jika ada pemicunya. Tapi, semua orang juga begitu kan. :)
Andeng-andeng di jari tangan. You are a fighter. Your life will be full of obstacles and you will have what it takes to overcome them. Saya fighter! Hahahaha. Iyalah. Kalau tidak fighting, ngapain hidup. Ya kan. Hidup saya akan banyak kesulitan, semua orang juga begitu. Namun jika iu saya, biasanya karena saya sendirilah yang menyebabkan kesulitan-kesulitan itu. *nyengir*. Dan saya harus berjuang menyelesaikannya. Fighting!
Andeng-andeng di kaki. Travel and adventure. Pada bagian ini, sang artikel tidak menulis bagaimana personality orang yang memiliki andeng-andeng di kaki. Hanya menuliskan sebuah saran, bepergianlah, kenakan sepatu yang nyaman dan berjalanlah. Mungkin karena saya homebody seperti yang sudah disebut di atas, maka saya harus sering-sering bepergian dan menginap. Banyak piknik. Yosh!
Lalu kesimpulan apa yang saya dapat dari artikel itu? Saya harus lebih sering dolan dan berkawan. Melakukan hal-hal yang saya sukai. Memaklumi hal-hal yang mungkin tidak sesuai dengan pemikiran saya. Melakukan segala hal yang saya sukai itu dengan sungguh-sungguh. Lebih tegas lagi dalam berhemat dan menabung. Hohoho.
Mari, pada label dua puluh tujuh yang saya dapat kemarin selasa, mari menjadi lebih baik lagi. Aamiin.
Mulai menapaki dua puluh delapan. Bismillah.
<i>TEXT</i>