Sunday, November 22, 2015

Oyong

Ada kebiasaan teman-teman ketika bepergian ke luar yaitu membelikan oleh-oleh, terutama jika mereka bepergian pada hari kerja. Dan salah satu kawan pergi ke Yogya kemarin selasa membelikan secawan bahan masaj tradisional. Berisi : Salt bath, sabun, masaj oil dan sabut oyong. Dan saya tertarik dengan si oyong.

Oyong adalah sayuran hijau. Biasanya dimasak dalam sayur bayam atau sop. Nama lainnya adalah gambas. Nama ilmiahnya Lufa accutangula.


Awalnya saya tidak terlalu peduli pada si oyong ini, ada atau tidak ada dia dalam mangkuk sayur saya. Rasanya toh anyep, terutama jika dimasak terlalu matang, tekstur kriuknya hilang. Dia menjadi lebih tidak menarik, bagi saya.

Namun kemudian seorang tetangga menanamnya, dan saya akhirnya tahu oyong tumbuhan merambat yang unik. Memanen oyong harus pada umur yang tepat. Jika terlalu muda, dia masih keras, tidak berdaging, terlalu tua pun kau hanya akan mendapatinya sebagai sabut. Iya, sabut, untuk cuci piring atau bisa juga untuk membersihkan telapak kaki.


Kenapa saya tertarik dengan sabut oyong dalam cawan oleh-oleh itu?
Karena saya jadi ingat sosok tetangga penanam oyong. Darinya saya tahu oyong adalah nama lain gambas. Olehnya saya tahu oyong tumbuhan merambat. Saya termasuk seorang anak kecil yang memperhatikan perkembangan satu buah oyong di halamannya, saat mulai berbunga, menjadi buah kecil, semakin besar dan membesar bahkan ketika sang penanam membiarkannya menjadi sabut. Untuk cuci piring.

Ah saya juga ingat, selain oyong, beliau juga menanam labu siam. Nama lainnya jipang. Nama ilmiahnya Sechium edule. Sama seperti oyong, jipang juga tumbuhan merambat. Dan sama seperti oyong (lagi), dia biasa dimasak dalam sayur bayam. Jipang juga menarik bagi saya, ketika mengolah jipang kita harus membuatnya berbuih terlebih dahulu sebelum memotongnya menjadi potongan kecil. Potong melintang menjadi dua, lalu tangkupkan dan gosok kedua permukaan dalamnya hingga berbuih. Itu dilakukan supaya getahnya tidak membuat tangan menjadi gatal.

Sang penanam sayur-sayuran itu adalah sepasang pensiunan sepuh di kompleks rumah saya. Sang istri, bagi anak-anak kecil adalah mirip mak lampir. Ya. Galak. Dan suka berteriak. Tapi sebenarnya beliau baik. Beliau juga menanam mawar merah, yang tidak wangi namun cantik. Hanya saja, kami anak-anak kecil tak berani meminta baik-baik, kami selalu memetiknya diam-diam. Dan itu terang saja membuatnya marah. Beliau bilang kami boleh memetik asalkan minta ijin.


Tapi kami tak pernah berani. Beliau mirip mak lampir dalan film horor.

Sekarang beliau berdua sudah pindah rumah. Kini rumah itu kosong dan betul-betul menjadi mirip rumah mak lampir. :)

2 comments:

  1. aku oyong rapatio seneng, anyep soale.

    eh mak lampir pun dikangeni begitu dia sudah tak mengisi kehidupan kita ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hooh...segalanya ki bakalan dikangeni nek wes lewat...:)))

      Delete